Lupa bawa dompet untuk belanja. Tidak masalah! Saat ini di banyak toko atau rumah makan, kita bisa bayar dengan uang elektronik. Tinggal sebut nomor telepon, maka pembayaran langsung bisa dilakukan. Semudah itu? Tentu saja karena sekarang ini, Gopay, OVO, Dana, dan layanan uang elektronik lainnya sudah banyak digunakan di kota-kota besar.

Di antara perusahaan penyedia jasa pembayaran elektronik itu ada pendatang baru. Namanya: Yukk. Kita sering bilang: Yuk kita makan di sana atau Yuk kita nonton minggu depan. Nah, untuk semua kegiatan itu, kita bisa bayar dengan Yukk. 

Walaupun baru berumur setahun lebih (launching 1 Maret 2018), Yukk telah bekerjasama dengan 50.000 merchants dan memiliki sekitar 60.000 pengguna.

Jika Anda membayar dengan Yukk, ini keuntungan yang akan Anda terima. Pertama, tentu saja potongan harga atau diskon. Anda akan membayar dengan harga yang lebih murah. Kedua, Anda mendapat point yang bisa dipakai belanja lagi di kemudian hari. 

Siapa mengira, perusahaan Yukk ini didirikan oleh seorang alumni Sekolah Kristen Kalam Kudus. Namanya: Stevanus Rahardja. Stev nama panggilan Stevanus adalah alumni SMA SKKK Green Garden Jakarta tahun 2003. 

Bangkit dari Tempat Dimana Kita Jatuh

Perjalanan Stevanus di dalam dunia bisnis, yang lahir di Jakarta 30 September 1986, tidak mengalir dengan mulus. Setelah lulus dari Deakin University, Australia, Stevanus dan sang kakak, Wira, langsung diminta oleh papanya untuk menjalankan bisnis keluarga. Yang menarik adalah ayah Stevanus mendelegasikan penuh kepada kedua anaknya dalam menjalankan bisnis. 

Hal ini dipandang Stevanus sebagai sebuah keberanian dari sang ayah untuk melepas bisnis kepada kedua anaknya. Stefanus dan Wira yang masih berusia dua puluh tahunan menjalankan bisnis manufaktur kertas dan packaging serta mengembangkannya. 

Perusahaan bertambah maju hingga suatu saat musibah menimpa. Bisnis keluarga itu dituntut pailit. Sebuah pukulan berat bagi Stevanus yang pada saat itu masih muda. Sebagai pengusaha yang tergolong belia dengan aset triliunan, tiba-tiba menjadi nol. Dari gaya hidup yang perlente menjadi tidak punya apa-apa.

“Setelah perusahaan dipailitkan, saat itu tabungan saya kurang dari 200 ribu rupiah saja,” kenang Stevanus. 

 

Suatu malam tanggal 31 Desember 2015 Stevanus berniat untuk bunuh diri agar lepas dari kekalutan yang sedang dihadapinya. Tetapi Tuhan baik, dalam kebaktian Tahun Baru 1 Januari 2016, hamba Tuhan yang berkhotbah meminta semua jemaat menuliskan resolusi. Mata rohani Stevanus tiba-tiba tercelik. “Ya, saya harus bangkit dari tempat dimana saya jatuh.” 

“Benar, saat ini saya berada di titik nol. Tetapi saya bisa bangkit lagi,” tekadnya.

Bagi Stevanus, kebaktian awal tahun baru itu menjadi titik balik kehidupannya. Dan belakangan iapun menyadari bahwa kebiasaan mengikuti kebaktian rutin sewaktu di sekolah itu penting sekali. 

“Mungkin sewaktu kita masih menjadi murid, acara kebaktian kadang-kadang terasa membosankan. Tetapi setelah menjalani kehidupan nyata yang penuh tantangan, kita memerlukan Firman Tuhan,” ujar Stevanus ketika mengingat masa belajar di sekolah.

Kedewasaan rohani Stevanus saat ini, terbentuk dari didikan keluarga dan peran sekolah. Ia mengakui bahwa dalam kehidupan, kita memerlukan mentor. Orang yang bersedia membimbing dan mendengar kita. Stevanus beruntung bisa bersekolah di SKKK Green Garden, Jakarta Barat.

Masa Sekolah

Stevanus mengikuti pendidikan di SKKK Green Garden Jakarta dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. 

“Saya termasuk murid yang nakal ketika bersekolah. Sering bikin gaduh kelas sehingga hampir setiap hari saya dipanggil menghadap Kepala Sekolah,” katanya mengakui. 

Justru pengalaman inilah yang paling berkesan bagi Stefanus yang saat itu masih remaja. Ibu Yanfi Yusniar, sebagai Kepala Sekolah meminta Stefanus membuat semacam agenda karena ia kerap lalai mengerjakan tugas. Stevanus diminta menulis semua kegiatannya setiap hari di luar sekolah, jam demi jam dari pagi hingga malam. Dari catatan itu, bu Yanfi memantau perkembangan murid paling nakal di sekolah.

Selain itu, karena sering membuat keributan, Stevanus ditunjuk menjadi ketua kelas! Hal ini juga menjadi pengalaman yang berkesan dalam hidupnya. Karena sebagai ketua kelas, Stevanus bertanggung-jawab atas keadaan kelas. Jika kelasnya ribut, berarti ketua kelas yang akan dipanggil Kepala Sekolah. 

Prestasi akademis Stefanus tergolong biasa ketika bersekolah. Bahkan pernah tidak naik kelas.

“Kalau boleh dibilang, tiap tahun saya mendapat ranking 2. Tapi dari bawah,” selorohnya. Stefanus bersyukur kepada kedua orang tuanya yang tidak menuntut soal akademis. Papa dan mamanya lebih menginginkan Stefanus dan semua saudaranya bisa mengalami masa kecil dan remaja secara wajar. 

Ketika ditanyakan mata pelajaran apa yang paling ia sukai. Stefanus menjawab lantang: “Matematika!”. “Saya menyukai Matematika karena saya suka dengan gurunya,” kata Stefanus. Almarhum ibu Nani, guru Matematika, termasuk guru yang penuh perhatian pada Stevanus.

“Sekalipun saya termasuk murid yang bandel, tetapi banyak guru Kalam Kudus yang memerhatikan saya,” kesan Stevanus tentang guru-gurunya di SKKK Green Garden.

“Di samping itu, saya juga suka dengan teman-teman sekolah saya. Hingga hari ini ada banyak teman saya yang menjadi mitra dalam bisnis,” Stevanus menambahkan.

Memberi Beasiswa

Setelah mengalami kegagalan dalam bisnis keluarga, pelan-pelan Stevanus bangkit kembali. Ia membangun lagi beberapa bisnis yang beragam. Berbekal kemampuannya membuat konsep, ia mengajak teman-temannya dan investor untuk mendirikan perusahaan. 

 

Suatu hari Stevanus merasa ingin berbagi dari hasil bisnisnya. Ia berdoa meminta Tuhan menunjukkan kemana berkat Tuhan itu harus disalurkan. Setelah ia berdoa tidak lama kemudian, bu Yanfi menyapa dan menghubunginya. Setelah belasan tahun tidak pernah berkomunikasi, bu Yanfi menyampaikan apakah Stevanus terbeban membantu adik-adik angkatan di SKKK Green Garden yang membutuhkan beasiswa. Dengan segera ia menyanggupinya karena ini seperti jawaban Tuhan atas doanya.

Kesan yang positif terhadap SKKK membuat Stevanus ingin berbagi buat adik-adik kelasnya yang membutuhkan bantuan. Melalui Ibu Yanfi Yusniar, Stevanus memberi beasiswa pendidikan kepada belasan murid. Betapa senangnya Stevanus karena 5 anak asuhnya baru-baru ini lulus dari SMA.

Mengisi Waktu Luang

Stevanus menghabiskan waktu akhir pekan bersama isterinya, Agnes Noviani, yang baru dinikahi setahun lalu. Waktu untuk keluarga amat penting bagi Stevanus yang sehari-hari disibukkan dengan kegiatan bisnis.

Diving juga kegiatan yang disukainya untuk mengisi waktu luang. Bagi Stevanus ada banyak spot diving di tanah air yang teramat mempesona. Salah satu tempat favoritnya adalah Labuhan Bajo. 

“Menurut saya tempat diving yang bagus adalah Labuhan Bajo. Di sana keindahannya lengkap. Pemandangan di atas permukaan air bagus. Sementara di bawah air, ada banyak ikan kecil dan besar yang amat indah berseliweran.”

Pesan Kepada Adik Kelas

“Kepada adik-adik yang sedang menempuh studi di SKKK dimanapun juga. Memiliki mentor adalah hal penting dalam kehidupan ini,” pesannya.

 Stevanus menyampaikan pesannya ini berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri. Para guru, kepala sekolah, hamba Tuhan, orangtua, bahkan kekasihnya (yang di kemudian hari menjadi isterinya), telah menjadi mentor di kala sedih maupun senang.

“Karena mereka bersedia mendengarkan kita, menghibur saat kita menangis, membagikan pengalaman hidup dan mengangkat kita saat kita jatuh,” katanya menyimpulkan.